Selasa, 27 November 2012

Konsep nilai

1. Konsep Nilai-nilai a. Pengertian Nilai Nilai dilihat dari segi bahasa Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia nilai diartikan sebagai: 1)Harga (dalam arti tafsiran harga) 2)Harga satuan (uang misalnya) jika diukur atau ditukarkan 3)Angka kepandaian 4)Kadar, mutu dan banyaknya isi 5)Sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Depertemen Pendidikan Nasional, 2008:1074) Dari pengertian nilai secara bahasa di atas dapat diketahui bahwa nilai memiliki berbagai pengertian dalam bahasa Indonesia. Empat definisi di atas bermuara pada satu pengertian yakni ukuran. Nilai merupakan ukuran yang menjadi kadar bagi sesuatu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk angka. Pengertian yang dimaksud dalam hal ini adalah bersifat konkrit atau material. Pada poin kelima, nilai diartikan sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Pengertian pada poin kelima ini merupakan pengertian yang paling mendekati dengan pengbertian nilai yang dimaksud dalam penulisan ini. Selanjutnya menurut istilah atau pemahaman diungkapkan oleh Lorens Bagus (2002:25) dalam bukunya Kamus Filsafat menjelaskan tentang nilai yaitu sebagai berikut: 1)Nilai dalam bahasa Inggris value, bahasa Latin valere (berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, kuat). 2)Nilai ditinjau dari segi Harkat adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan. 3)Nilai ditinjau dari segi Keistimewaan adalah apa yang dihargai, dinilai tinggi atau dihargai sebagai sesuatu kebaikan. Lawan dari suatu nilai positif adalah “tidak bernilai” atau “nilai negative”. Baik akan menjadi suatu nilai dan lawannya (jelek, buruk) akan menjadi suatu “nilai negatif” atau “tidak bernilai”. 4)Nilai ditinjau dari seudut Ilmu Ekonomi yang bergelut dengan kegunaan dan nilai tukar benda-bendsa material, pertama kali mengunakan secara umum kata „nilai‟. Nilai adalah the addressee of a yes “ sesuatu atau alamat yang ditujukan dengan kata „ya‟. Hans Jonas (Bertens, 2004:34). Dengan kata lain “nilai adalah sesuatu yang kita setujui”, sedangkan sesuatu yang tidak kita setujui seperti sakit, kesusahan, penderitaan atau kecelakaan adalah non nilai atau disvalue. Sesuatu yang kita setujui selalu bersifat positif atau kita sebut nilai positif dan yang tidak kita setujui dikenal dengan istilah nilai negatif. Mulyana (2004:20) mendefiniskan tentang nilai itu adalah “rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan”. Definisi tersebut dikemukakan oleh Mulyana yang secara eksplisit menyertakan proses pertimbangan nilai, tidak hanya sekedar alamat yang dituju oleh sebuah kata „ya‟. Beberapa pengertian yang lainnya tentang nilai dari para ahli dikemukakan oleh Rohmat dalam bukunya (Mulyana, 2004:9) sebagai berikut : 1) Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya, Gordon Allfort (dalam Mulyana, 2004:9). Definisi ini dilandasi oleh pendekatan psikologis, karena itu tindakan dan perbuatannya seperti keputusan benar-salah, baik-buruk, indah-tidak indah, adalah hasil proses psikologis. Termasuk kedalam wilayah ini seperti hasrat, sikap, keinginan, kebutuhan dan motif. 2)Nilai adalah patokan normative yang mempengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternative (Kuperman, Mulyana, 2004:9). Penekanan utama definisi ini pada faktor eksternal yang mempengaruhi prilaku manusia. Pendekatan yang melandasi definisi ini adalah pendekatan sosiolgis. Penegakan norma sebagai tekanan utama dan terpenting dalam kehidupan sosial akan membuat seseorang menjadi tenang dan membebaskan dirinya dari tuduhan yang tidak baik. 3)Nilai adalah konsepsi (tersurat atau tersirat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi tindakan pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir (Kluckhohn, Brameld, Mulyana, 2004:10). Definisi yang dikemukakan oleh Klukhon ini berimplikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya, seperti yang diungkap oleh Brameld dalam bukunya tentang landasan-landasan budaya pendidikan., dia mengungkapkan ada enam implikasi terpenting yaitu sebagai berikut: a)Nilai merupakan konstruk yang melibatkan proses kognitif (logis dan rasional) dan proses ketertarikan dan penolakan menurut kata hati.; b)Nilai selalu berfungsi secara potensial, tetapi selalu tidak bermakna apabila diverbalisasai; c)Apabila hal itu berkenaan dengan budaya, nilai diungkapkan dengan cara yang unik oleh individu atau kelompok; d) Karena kehendak tertentu dapat bernilai atau tidak, maka perlu diyakini bahwa pada dasarnya disamakan (equated) dari pada diinginkan, ia didefinisikan berdasarkan keperluan system kepribadian dan sosio budaya untuk mencapai keteraturan atau mengahargai orang lain dalam kehidupan social; e)Pilihan di antara nilai-nilai alternative dibuat dalam konteks ketersediaan tujuan antara (means) dan tujuan akhir (ends), dan; f)Nilai itu ada, ia merupakan fakta alam, manusia, budaya dan pada saat yang sama ia adalah norma-norma yang telah disadari. Barmeld melihat pandangan Klukhon itu mengandung pengertian bahwa segala sesuatu yang diinginkan baik itu materi, benda atau gagasan mengandung nilai, karena dipersepsi sebagai sesuatu yang baik, seperti makanan, uang, rumah, kebenaran, kejujuran dan keadilan. Kattsoff dalam Soejono Soemargono (2004:318) mengatakan bahwa nilai itu sangat erat kaitannya dengan kebaikan atau dengan kata „baik‟, walaupun fakta baiknya, bisa berbeda-beda satu sama yang lainnya Berdasarkan pendapat para akhli yang telah dikemukakan, maka penulis dapat simpulkan bahwa nilai adalah patokan atau ukuran yang menjadi dasar pengambilan sebuah keputusan dan sifat-sifat yang penting bagi kemanusiaan dalam menentukan baik dan buruk sebuah tindakan. b. Makna Nilai Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dikemukakan kembali bahwa nilai itu adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Sejalan dengan definisi itu maka yang dimaksud dengan hakikat dan makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang. Nilai bersifat abstrak, berada dibalik fakta, memunculkan tindakan, terdapat dalam moral seseorang, muncul sebagai ujung proses psikologis, dan berkembang kearah yang lebih kompleks. Kattsoff dalam Soejono Soemargono (2004: 323) mengatakan bahwa hakekat nilai dapat dijawab dengan tiga macam cara: Pertama, nilai sepenuhnya berhakekat subyektif, tergantung kepada pengalaman manusia pemberi nilai itu sendiri. Kedua, nilai merupakan kenyataan-kenyataan ditinjau dari segi ontology, namun tidak terdapat dalam ruang dan waktu. Nilai-nilai tersebut merupakan esensi logis dan dapat diketahui melalui akal. Ketiga, nilai-nilai merupakan unsure-unsur objektif yang menyusun kenyataan Mengenai makna nilai Kattsoff mengatakan, bahwa nilai menpunyai beberapa macam makna. Sejalan dengan itu, maka makna nilai juga bermacam-macam. Rumusan yang bisa penulis kemukakan tentang makna nilai itu adalah bahwa sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna), merupakan nilai (baik, benar, atau indah), mempunyai nilai artinya merupakan objek keinginan, mempunyai kualitas yang dapat menyebabkan orang mengambil sikap „menyetujui‟ atau mempunyai sifat nilai tertentu, dan memberi nilai, artinya menanggapi seseuatu sebagai hal yang diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu. Dari uraian di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa hakikat adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang, sedangkan makna nilai adalah sesuatu itu harus mengandung nilai (berguna), merupakan nilai (baik, benar, atau indah), mempunyai nilai.

Senin, 13 Agustus 2012

Contoh skripsi PAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan belajar sebenarnya memiliki kandungan substansi yang kompleks. Berbagai macam teori belajar telah ditawarkan para pakar pendidikan dengan belajar dapat ditempuh secara efektif dan efisien, dengan implikasi waktu cepat dan hasilnya banyak. Namun, sampai saat ini belum ada satupun teori yang dapat menawarkan strategi belajar secara tuntas. Masih banyak persoalan-persoalan belajar yang belum tersentuh oleh teori-teori tersebut. Kompleksitas persoalan yang terkait dengan belajar inilah yang menjadi penyebab sulitnya menuntaskan strategi belajar. Ada banyak faktor yang mesti dipertimbangkan dalam belajar, baik yang bersifat internal maupun yang eksternal. Di antara sekian banyak faktor eksternal terdapat guru yang sangat berpengaruh terhadap siswa. Sukses tidaknya para siswa dalam belajar di sekolah, sebagai penyebab tergantung pada guru. Ketika berada di rumah, para siswa berada dalam tanggung jawab orang tua, tetapi di sekolah tanggung jawab itu diambil oleh guru. Sementara itu, masyarakat menaruh harapan yang besar agar anak-anak mengalami perubahan-perubahan positif-konstruktif akibat mereka berinteraksi dengan guru. (diakses dalam www.infoskripsi.com). Sementara guru itu berinteraksi dan bekerja pada sebuah organisasi yang menaunginya yakni organisasi persekolahan, amat ditentukan oleh sikap dan perilaku manusia-manusia di dalamnya. Apabila sumber daya manusia suatu organisasi memiliki kompetensi yang handal, maka ia merupakan unsur penting bagi kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuannya. Sebaliknya, apabila sumber daya manusia di dalamnya tidak memiliki kompetensi, maka suatu organisasi pendidikan akan sulit mencapai tujuannya dengan maksimal. Salah satu faktor yang diyakini memberikan sumbangan besar terhadap peningkatan kompetensi sumber daya manusia suatu organisasi pendidikan adalah faktor Profesionalisme Tenaga Pengajar (memiliki sertifikat Sarjana). Profesionalisme adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (Undang-undang guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005) Seseorang dengan profesionalisme yang rendah akan sulit untuk mengoptimalkan segala potensinya dalam meningkatkan kompetensinya. Ia akan mudah terjerumus pada rutinitas kerja yang kurang bermakna. Dalam bekerja ia tak lebih dari benda mati yang bekerja tanpa himmah dan motivasi. Ia bekerja hanya sebatas melaksanakan tugas dan kewajiban semata. Ia akan sulit melakukan inovasi. Ia tidak akan memiliki kreativitas. Ia terbelenggu oleh pekerjaan rutin tanpa disertai oleh semangat untuk berprestasi dan berkompetisi. Sebaliknya, seseorang yang memiliki profesionalisme yang tinggi, maka amat dimungkinkan untuk mengoptimalkan segala kemampuannya untuk memiliki kompetensi yang maksimal. Sebab, ia memiliki motivasi untuk berprestasi dan mengejar tujuan organisasi pendidikannya. Ia memiliki semangat untuk berkreasi, berinovasi, dan berinisiatif untuk memajukan organisasi pendidikannya. Oleh karena itu, guru yang memiliki sertifikat sarjana dimungkinkan dapat memberikan inovasi dan motivasi bagi para siswanya untuk lebih meningkat lagi dalam belajar sehingga proses pendidikan sesuai dengan tujuan yang ingin di capai sesuai yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Di samping itu profesionalisme guru yang di tandai dengan adanya gelar sarjana merupakan salah satu wujud untuk meningkatkan motivasi belajar siswa karena dengan guru yang mengajarnya memiliki gelar sarjana, akan menimbulkan semangat dan rasa hormat yang lebih dibanding dengan tidak memiliki gelar. Dalam pelaksanaan KBM sehari-hari di MI Bojongmalang yang mayoritas guru dengan pendidikan D2 dan Belum Sarjana (masih kuliah) dibanding dengan yang sudah sarjana, memiliki perbedaan yang signifikan terutama dalam menggunakan metode dan penyelesaian masalah yang disesuaikan dengan keadaan siswanya. Untuk melihat perbedaan tersebut dapat di lakukan dengan menggunakan sistem eksperimen yang tengah penulis lakukan pada penelitian ini, guna untuk membuktikan dan melihat sejauh mana motivasi yang di hasilkan oleh perbedaan gelar akademik bagi para guru tersebut. Dengan adanya hal seperti itu maka penulis mencoba meneliti di sebuah sekolah mengenai hal tersebut apakah benar adanya sebuah pengaruh antara kondisi guru yang memiliki gelar sarjana terhadap motivasi belajar siswa? Maka penulis mengambil sebuah judul untuk mengetahui masalah tersebut dengan “PENGARUH GURU BERGELAR SARJANA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Penelitian Eksperimen di Kelas V MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis)” B. Perumusan Masalah Dari uraian di atas ( latar belakang ), permasalahan yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana guru bergelar sarjana di MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis ?; 2. Bagaimana motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis ?; 3. Bagaimana pengaruh guru bergelar sarjana terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis ?. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan Latar Belakang dan Perumusan Masalah di atas maka tujuan penelitian pada penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui guru bergelar sarjana di MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis 2. Untuk mengetahui motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis 3. Untuk mengetahui pengaruh guru bergelar sarjana terhadap motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dinyatakan kemungkinan pemanfaatan yang dapat dipetik dari pemecahan masalah yang didapat dari penelitian, baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan maupun pemecahan problem-problem praktis yang dihadapi masyarakat. (LPP IAID, 2001:9). Untuk itu, dari hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi penulis, baik secara teoritis maupun praktis, bagi guru, bagi lembaga, bagi masyarakat ilmiah maupun umum. Adapun kegunaan atau manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan secara Teoritis Memberikan masukan dalam rangka penyusunan teori dan konsep-konsep baru terutama untuk mengembangkan bidang ilmu pendidikan Agama Islam yang ada di Sekolah Dasar. 2. Kegunaan secara Praktis a) Bagi Siswa Diharapkan siswa selalu meningkatkan motivasi belajar khususnya dalam mata pelajaran PAI. b) Bagi Guru Mendorong guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang bisa menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran PAI dengan memilikinya gelar Sarjana yang merupakan salah satu ciri guru profesional. c) Bagi Sekolah Sekolah dapat lebih meningkatkan kualitas proses belajar mengajar untuk keseluruhan mata pelajaran pada umumnya dan mata pelajaran PAI khususnya. d) Bagi Peneliti Merupakan wahana latihan pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan penelitian E. Langkah-langkah Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di MI Bojongmalang Kecamatan Parigi Kabupaten Ciamis, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan domisili penulis juga sekaligus sebagai guru di sekolah tersebut, sehingga akan mempermudah bagi penulis untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian tersebut. Sedangkan waktu penelitian direncanakan dapat selesai dalam jangka waktu tiga bulan, yaitu dari mulai bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Mei 2011. 2. Variabel Penelitian Definisi variabel adalah sesuatu yang berbeda atau bervariasi, penekanan kata sesuatu yang diperjelas dengan definisi simbol atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. (Thoyyar, 2007:40) Dalam penelitian yang akan dilaksanakan terdapat dua variabel, yaitu : Variabel X = Guru bergelar Sarjana Variabel Y = Motivasi belajar PAI Dari kedua variabel tersebut akan dicari hubungan korelasionalnya, seberapa besar variabel X mempunyai pengaruh terhadap variabel Y, yang akan diukur dengan kaidah-kaidah perhitungan statistik. 3. Metode Penelitian Sesuai dengan karakteristik masalah yang diteliti dan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu “suatu metode yang bertujuan untuk melukiskan secara rinci dan sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat” (LPP IAID 2001:16). Metode deskriptif ini merupakan metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah pada masa sekarang. Penentuan metode ini berpedoman kepada pendapat Winarno Surakhmad (1990:139) yang menyatakan bahwa metode ini digunakan untuk penyelidikan yang tertuju kepada pemecahan masalah pada masa sekarang. Sedangkan menurut Hariwijaya dan Bisri M. Djaelani berpendapat bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk meneliti dan menemukan informasi sebanyak-banyaknya dari suatu fenomena. (Djaelani, 2004:39). Selain metode deskriptif, dalam penelitian ini penulis pun menggunakan metode eksperimen untuk memperoleh data tentang keadaan guru bergelar sarjana. Metode eksperimen adalah metode yang dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan (treatment) tertentu pada sekelompok orang atau kelompok, kemudian hasil perlakuan tersebut dievaluasi (Sandjaja & Heriyanto, 2006:122) 4. Populasi dan Sampel Populasi adalah sekelompok obyek yang akan diteliti, baik manusia, gejala, nilai, tes, benda-benda atau peristiwa (Surakhmad, 1990:92) sedangkan menurut Anas Sujiono (1981:1) yang dimaksud populasi adalah keseluruhan pihak yang seharusnya menjadi sasaran penelitian oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah siswa Kelas V MI Bojongmalang yang berjumlah 20 siswa. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 1993:104 ). Sedangkan menurut Huzni Thoyyar menyatakan bahwa sampel adalah subset (himpunan bagian) dari elemen yang diambil dari sebuah populasi (Thoyyar, 2004:3). Dilihat dari penentuannya, menurut Suharsini Arikunto apabila subyek kurang dari 100 orang, maka sampelnya diambil dari keseluruhan populasi. Sedangkan jika subyeknya lebih dari 100 orang, maka sampelnya dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih. Namun demikian tidak ada ketentuan pasti mengenai berapa jumlah sampel harus representative, dalam arti dapat benar-benar menggambarkan atau mencerminkan populasinya. Jika populasinya hampir homogen atau bahkan 100% homogen, maka cukup mengambil sampelnya saja meskipun hanya setetes. Maka dalam penulisan ini menggunakan sampel total (sampel Populasi) yang memiliki arti contoh, yaitu: “ sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian” (Mardalis, 1993 : 55). Maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel populasi (sampel total) yakni seluruh siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Bojongmalang yang berjumlah 20 siswa. 5. Teknik Pengumpulan Data Data dipakai sebagai bahan baku dalam penelitian. Pengambilan data dari sumbernya mempunyai metode dan cara-cara tertentu. Tiap metode yang berbeda, perangkat pengumpulan data pun dapat berbeda teknik. Sedangkan dalam kegiatan pengumpulan data dalam penelitian juga memerlukan ketelitian, kecermatan serta penyusunan program yang terinci. (Djaelani, 2004:42). Adapun teknik untuk memperoleh data dalam penelitian ini digunakan teknik sebagai berikut: a. Studi kepustakaan Teknik ini digunakan dalam keseluruhan proses penelitian yang dilakukan sejak awal hingga sampai akhir pelaksanaan penelitian dengan cara memanfaatkan berbagai macam pustaka yang relevan dengan fenomena sosial yang tengah dicermati. (Djaelani, 2004:44). b. Observasi Yang dimaksud dengan observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti (Hadi, 1984:70). Teknik ini digunakan sebagai alat untuk melihat gambaran umum lokasi penelitian, kondisi obyektif MI Bojongmalang dan untuk melihat sarana dan prasarana MI Bojongmalang. c. Angket/kuissioner Angket atau kuissioner adalah penyelidikan mengenai suatu masalah dengan cara mengedarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subyek untuk mendapatkan jawaban seperlunya saja (Koentjaraningrat, 1991:173). Menurut cara penyampaiannya kuissioner dapat dibedakan menjadi angket langsung dan angket tidak langsung, dan menurut jenis pertanyaan yang akan diajukan dalam penelitian, dapat bersifat tertutup atau terbuka. (Djaelani, 2004:43). 6. Teknik Analisis Data Analisa data merupakan tahap yang penting dan paling menentukan dalam suatu aktifitas penelitian. Data-data yang telah terkumpul kemudian diolah dan di analisis sehingga diperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Analisis data juga mempunyai fungsi menemukan atau menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian yang sedang dilaksanakan. Dalam analisis data ini, data kualitatif dianalisis dengan analisis logika dan data kuantitatif dianalisis dengan analisis statistik, sedangkan analisis statistik dilakukan melalui analisis parsial dan analisis korelasioner. Untuk mengetahui hasil analisa tersebut, penulis akan menghitung menggunakan program komputer yaitu Statistical Package for Social Sciences ( SPSS )for windows versi 15.0. Adapun proses analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Analisis Parsial Analisis parsial ini dimaksudkan untuk menghitung dan menguji variabel X dan variabel Y secara terpisah. Alat analisis yang dipergunakan adalah : 1) Tendensi sentral, dengan menggunakan Deskriptif Statistik yang bertujuan untuk - Mencari rata-rata atau mean (M), - Mencari median (Md), - Mencari modus (Mo) 2) Uji Normalitas distribusi dengan menggunakan uji Kolmogorof Smirnof b. Analisis Korelasi Analisis ini dipergunakan untuk mengukur kadar keterkaitan antara variabel X dan variabel Y, dengan cara : 1) Menghitung koefisien korelasi dengan ketentuan sebagai berikut : a) Apabila datanya berdistribusi normal, maka menggunakan analisa korelasi product moment. b) Apabila salah satu atau kedua variabel yang diteliti itu tidak berdistribusi normal , maka digunakan metode statistik non parametrik dari Sperman yang dikenal dengan korelasi rank. 2) Menentukan uji signifikansi koefisien korelasi 3) Menghitung besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y, dengan cara : a) Mencari nilai K (derajat tidak adanya pengaruh) dengan menerapkan nilai koefisien korelasi dan diterapkan ke dalam rumus : k = √ 1 - r² b) Mencari nilai E (derajat adanya pengaruh), dengan menggunakan rumus : E = 100 (1 – K)

Akidah

A- Pengertian Akidah Akhlak Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [عَقَدَ-يَعْقِدُ-عَقْدً] artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan). Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan yang mengikat. Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق] jamaknya [أخلاق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau budi pekerti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti, kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Jika tindakan spontan itu baik menurut pandangan akal dan agama, maka disebut akhlak yang baik atau akhlaqul karimah, atau akhlak mahmudah. Akan tetapi apabila tindakan spontan itu berupa perbuatan-perbuatan yang jelek, maka disebut akhlak tercela atau akhlakul madzmumah. B. Dasar Akidah Akhlak Dasar aqidah akhlak adalah ajaran Islam itu sendiri yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam yaitu Al Qur’an dan Al Hadits. Al Qur’an dan Al Hadits adalah pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria atau ukuran baik buruknya suatu perbuatan manusia. Dasar aqidah akhlak yang pertama dan utama adalah Al Qur’an dan. Ketika ditanya tentang aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW, Siti Aisyah berkata.” Dasar aqidah akhlak Nabi Muhammad SAW adalah Al Qur’an.” Islam mengajarkan agar umatnya melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan buruk. Ukuran baik dan buruk tersebut dikatakan dalam Al Qur’an. Karena Al Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap muslim. Dalam Surat Al-Maidah ayat 15-16 disebutkan yang artinya “Sesungguhnya telah datang kepadamu rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahayadari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan izinNya, dan menunjuki meraka ke jalan yang lurus.” Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah AlHadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci, umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW, karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim). C. Tujuan Akidah Akhlak Aqidah akhlak harus menjadi pedoman bagi setiap muslim. Artinya setiap umat Islam harus meyakini pokok-pokok kandungan aqidah akhlak tersebut. Adapun tujuan aqidah akhlak itu adalah : a) Memupuk dan mengembangkan dasar ketuhanan yang sejak lahir. Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Sejak dilahirkan manusia terdorong mengakui adanya Tuhan. Firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 172-173 yang artinya “Dan (Ingatlah), ketika Tuhanmu menguluarkan kehinaan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka, seraya berfirman: “Bukankah Aku ini Tuhanmu? “, mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami jadi saksi” (Kami lakukan yang demikian itu), agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan tuhan)” atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu?” Dengan naluri ketuhanan, manusia berusaha untuk mencari tuhannya, kemampuan akal dan ilmu yang berbeda-beda memungkinkan manusia akan keliru mengerti tuhan. Dengan aqidah akhlak, naluri atau kecenderungan manusia akan keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Kuasa dapat berkembang dengan benar b) Aqidah akhlak bertujuan pula membentuk pribadi muslim yang luhur dan mulia. Seseorang muslim yang berakhlak mulia senantiasa bertingkah laku terpuji, baik ketika berhubungan dengan Allah SWT, dengan sesama manusia, makhluk lainnya serta dengan alam lingkungan. Oleh karena itu, perwujudan dari pribadi muslim yang luhur berupa tindakan nyata menjadi tujuan dalam aqidah akhlak. c) Menghindari diri dari pengaruh akal pikiran yang menyesatkan. Manusia diberi kelebihan oleh Allah dari makhluk lainnya berupa akal pikiran. Pendapat-pendapat atau pikiran-pikiran yang semata-mata didasarkan atas akal manusia, kadang-kadang menyesatkan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, akal pikiran perlu dibimbing oleh aqidah akhlak agar manusia terbebas atau terhindar dari kehidupan yang sesat.